Cerita ini bagaikan kisah drama epik yang menegangkan, penuh dengan cinta, pengkhianatan, dan kutukan yang abadi. Ada dua kerajaan besar yang bertetangga: Kerajaan Pengging yang dipimpin oleh Prabu Damar Maya, dan Kerajaan Baka yang diperintah oleh raksasa bernama Prabu Baka. Meski Prabu Baka dikenal sebagai raksasa pemakan manusia yang menakutkan, ia punya satu anak perempuan yang sangat cantik, Rara Jonggrang.
Namun, kedamaian antara kedua kerajaan ini tidak bertahan lama. Prabu Baka, yang tampaknya menginginkan kekuasaan lebih besar, mengajak Kerajaan Pengging berperang. Tak ingin hidupnya terganggu, Prabu Damar Maya mengutus putranya, Raden Bandung Bandawasa (juga dikenal dengan nama Bondowoso) untuk menghadapi Prabu Baka.
Dengan kesaktian yang luar biasa, Bandung Bandawasa berhasil mengalahkan dan membunuh Prabu Baka. Kematian sang raksasa mengguncang Kerajaan Baka. Patih Gupala, yang setia kepada Prabu Baka, segera melaporkan berita duka ini kepada putri cantik itu, Rara Jonggrang. Tapi apa yang terjadi selanjutnya bikin cerita ini semakin menarik dan penuh intrik.
![]() |
Rara Jonggrang/ Bandung Bandawasa (ai) |
Bandung Bandawasa, setelah mengalahkan ayah Rara Jonggrang, datang ke istana Baka. Sesampainya di sana, hatinya terpikat oleh kecantikan sang putri, dan ia melamar Rara Jonggrang. Namun, sang putri menolaknya mentah-mentah. Tidak mungkin ia menikahi pembunuh ayahnya. Tapi Bandung Bandawasa tidak menyerah. Ia terus membujuknya dengan janji dan akhirnya Rara Jonggrang pun setuju untuk menikah, dengan dua syarat yang sangat berat.
Pertama, ia meminta Bandung Bandawasa untuk membuat sebuah sumur yang disebut Sumur Jalatunda. Yang kedua, ia menuntut agar Bandung Bandawasa bisa membangun seribu candi hanya dalam waktu semalam. Tentu saja, ini terdengar mustahil. Tapi Bandung Bandawasa, dengan kekuatan magisnya, menerima tantangan tersebut.
Sumur Jalatunda pun selesai dengan cepat berkat kekuatan Bandung Bandawasa. Namun, Rara Jonggrang yang cerdik, mencoba mengelabui pangeran tersebut dengan cara menyuruhnya untuk turun ke dalam sumur dan memeriksanya. Begitu Bandung Bandawasa berada di bawah, Gupala segera menutup sumur itu dengan batu. Namun, tak disangka, Bandung Bandawasa berhasil keluar dengan kesaktiannya, meskipun sempat marah, ia kembali tenang berkat bujuk rayu dan kecantikan Rara Jonggrang.
Untuk memenuhi syarat kedua, Bandung Bandawasa memanggil makhluk halus—jin, setan, dan dedemit—untuk membantu membangun candi-candi itu. Dalam waktu yang hampir tak mungkin, ia berhasil membangun 999 candi. Namun, Rara Jonggrang yang cerdik tidak tinggal diam. Ia mengatur agar perempuan-perempuan di kerajaan Baka menumbuk padi dengan alat antan, sementara gundukan jerami di timur dibakar. Suara antan yang berderak dan cahaya yang muncul dari timur memberikan ilusi bahwa matahari akan terbit, membuat para makhluk halus itu mundur dan menghentikan pembangunan. Akibatnya, hanya 999 candi yang selesai dibangun.
Ketika Bandung Bandawasa mengetahui bahwa semuanya adalah tipu muslihat, ia merasa sangat marah. Ia mengutuk Rara Jonggrang, yang akhirnya berubah menjadi sebuah arca batu yang indah di salah satu candi, sebagai lambang dari pengkhianatan dan kekecewaan yang tak terampuni. Kini, arca Durga yang terletak di ruang utara Candi Prambanan diyakini sebagai wujud dari Rara Jonggrang, yang dikutuk menjadi batu, tetap dikenang sebagai sang "gadis ramping" yang tak bisa melawan takdirnya.
Legenda ini bukan hanya sebuah cerita rakyat, tetapi juga penjelasan magis mengenai asal-usul situs bersejarah di Jawa Tengah—Keraton Ratu Baka, Candi Sewu, dan arca Durga. Meski candi-candi ini dibangun pada abad ke-9, banyak yang percaya bahwa dongeng ini baru muncul pada zaman Kesultanan Mataram, sebagai kisah turun-temurun yang menghubungkan masyarakat dengan sejarah dan budaya mereka.
Beberapa ahli juga berpendapat bahwa legenda ini mungkin mencerminkan peristiwa bersejarah antara dua wangsa besar: Wangsa Sailendra dan Wangsa Sanjaya. Prabu Baka dalam legenda mungkin merujuk pada Raja Samaratungga dari Wangsa Sailendra, sementara Bandung Bandawasa adalah Rakai Pikatan, dan Rara Jonggrang bisa jadi adalah Pramodhawardhani, putri Samaratungga dan istri Rakai Pikatan. Perang antara Balaputradewa dan Rakai Pikatan yang dimenangi oleh Rakai Pikatan mengakhiri dominasi Wangsa Sailendra, dan begitu pula legenda ini, yang menggambarkan perebutan kekuasaan yang penuh lika-liku dan dramatis.