Blogger Jateng

Kujang dari Batu Akik Raih Rekor Muri

 Bandung - Wajah Sujatmiko tampak semringah karena hasil karyanya berupa replika kujang terbesar dari rangkaian batu mulia, tercatat dalam Museum Rekor Indonesia (Muri).

Penghargaan tersebut diberikan dalam acara Gerakan Wirausaha Baru di halaman Gedung Sate, Sabtu (14/3/2015).
Kujang dari Batu Akik Raih Rekor Muri

Selain karena mendapat penghargaan, pria paruh baya ini juga merasa senang karena berkesempatan berfoto dengan Gubernur Jabar Ahmad Heryawan dan Wakil Gubernur Jabar Deddy Mizwar.

Usai berfoto dia bercerita tentang pembuatan replika unik tersebut. "Saya pilih bentuk Kujang karena merupakan pusaka Jabar," ujarnya kepada wartawan.

Dia mengaku replika kujang batu mulia atau akik ini dibuat selama lebih dari sebulan. Replika ini tingginya sekitar 2 meter dan terbuat dari 180 lempengan batu mulai. Terdapat 7 jenis batu mulia yang digunakannya dengan lebar batu sekitar 8 mm.

Bentuk kujang yang dipilihnya juga sangat spesial karena punya 5 lubang di bagian punggung. Hal ini menandakan senjata tersebut top class.

Menurutnya, sejumlah batu yang digunakan berasal dari wilayah Jabar di antaranya Lavender Ungu yang didatangkan dari Sukabumi. Batu lainnya adalah Blue Opal dengan kualitas jernih.

Meski tampak mewah, namun Sujatmiko mengaku dana yang dihabiskan untuk membuat replika ini hanya sekitar Rp25-30 juta.

Saat ditanya soal harga jual, Sujatmiko langsung menggelengkan kepala. Baginya, karya ini bukan untuk tujuan bisnis.

"Bukan soal harga, tapi ini bukan bisnis. Saya membuatnya dengan hati," katanya.

Dia mengaku telah malang melintang di dunia batu mulia selama lebih dari 25 tahun. Namun, booming fenomena batu mulia secara luar biasa baru kali ini terjadi.

Menurutnya, batu mulia punya keunikan tersendiri yang berbeda dengan barang tambang lainnya. Batu mulia dijamin tidak akan pernah rusak.

Dirinya sangat geram saat mendengar isu penambangan batu mulia berpotensi merusak alam. Hal ini diduga akibat penemuan batu ghiok di Aceh yang sempat menarik perhatian publik.

Sujatmiko menilai penambangan batu mulia tidak akan pernah merusak lingkungan. Sebab, lahan yang digunakan sangat kecil. Hal ini berbeda dengan penambangan batu bara atau nikel yang membutuhkan lahan hingga ratusan hektare.

"Untuk mendapatkan batu mulia cuma gali doang di tebing. Dan ini bukan penambangan massal," paparnya.

Dia pun enggan jika ada standarisasi terhadap batu mulia. Sebab, harga batu mulia terbentuk dengan sendirinya tergantung pada permintaan dan penawaran pasar.

Meski demikian, dia memberi tips bagi konsumen yang akan membeli batu mulia.

"Batu mulia sangat beda. Kalau bentuknya terlalu sempurna jangan percaya, kalau terlalu bagus juga bahaya. Dan itu bisa dipastikan palsu," pungkasnya. [inilah.com]